Rani: Ingin Menjadi Seperti Kartini yang Menginspirasi

foto: doc. LIMA
Yusrani Noory Assipalma, 21 tahun, adalah mahasiswa Desain Interior dari Universitas Trisakti (Usakti). Sebelum ia berkuliah, orang tuanya menginginkan ia menjadi dokter. Namun, Rani merasa tidak memiliki bakat sama sekali di bidang itu. Akhirnya, sang ibu memberinya pilihan lain melihat pebasket berhijab ini lebih menyukai seni dan senang mendekorasi kamarnya. Rani terinpirasi gim komputer, “The Sims”, sehingga ia memutuskan untuk mengambil jurusan desain interior di kampusnya.
Tahun ini merupakan pengalaman pertama baginya mengikuti LIMA Basketball: Air Mineral Prim-A Greater Jakarta Conference (GJC) Season 7. Namun, dunia basket bukan hal asing bagi dirinya. “Sebelum bermain di sini, saya ikut klub profesional juga sehingga jarang bermain di kampus. Klub profesional pertama saya adalah Merpati Bali. Sekarang saya bermain di Surabaya Fever,” kata Rani.
“Saya tertarik bermain di LIMA Basketball karena LIMA merupakan salah satu wadah terbesar untuk berkompetisi dalam olahraga di kalangan mahasiswa. Apalagi saya sudah hampir lulus. Jadi, saya harus ikut. Berbeda rasanya dengan main di kampus. Di LIMA, student-athlete bisa lebih unjuk diri,” kata Rani.
Menurut Rani, LIMA itu memiliki tingkat kompetisi yang tinggi. Ia berharap bisa memanfaatkan momen ini untuk unjuk diri sambil membawa nama kampus. “LIMA itu seperti media untuk pengembangan diri. Semua mahasiswa yang bermain di LIMA itu benar-benar pemain yang serius karena akan berdampak positif juga ke depannya,” lanjutnya.
Wanita penyuka seni ini mengaku bahwa sejak di bangku SMP dirinya sudah merasakan ingin menjadi student-athlete. “Rasanya keren banget. Saat kuliah, jarang sekali anak desain yang jadi atlet basket putri. Di saat yang lain menghabiskan waktunya untuk bergaul, saya punya kesibukan yang berbeda. Saya harus berlatih serius untuk prestasi tersendiri,” ucap Rani.
Menjadi student athlete, menurut Rani, benar-benar mengubah karakternya. Rani banyak belajar dengan sering bertemu dengan orang baru, lawan baru saat bertanding, bahkan harus menghadapi masalah baru dengan orang yang berbeda-beda. Rani merasa pribadinya juga sudah terbentuk menjadi yang baru. Bagi Rani, sering bertemu dengan orang-orang yang sudah senior, berbeda umur, zaman, dan pemikiran, mampu membentuk karakter yang luar biasa selama bertahun-tahun.
Di balik kesukaannya terhadap basket, mahasiswi semester delapan ini secara terang-terangan mengaku belum ingin menjadikan basket sebagai profesi utamanya. “Bagi saya basket adalah hobi. Namun, saya enggak bisa menjadikan basket sebagai segalanya. Sebagai perempuan, saya mempunyai cita-cita lain. Saya ingin menjadi seorang influencer atau legenda, seperti sosok kartini yang menginspirasi. Saya juga lebih memprioritaskan pendidikan. Jika diterapkan di basket, smart play itu lebih keren dari pada sekadar fisik,” ucapnya.
Finalis Miss Indonesia 2016 dari DKI Jakarta ini juga memiliki pandangan lain tentang dukungan kampus terhadap dirinya dalam bermain di LIMA. “Kampus sangat mendukung mahasiswanya. Jarang banget ada anak berprestasi di luar jurusan desain sebab banyak praktik. Kebetulan, saya juga menggeluti basket sehingga membutuhkan lebih banyak waktu di luar kuliah. Ternyata, yang masih bertahan sangat sedikit. Maka, kampus mendukung sekali saya tetap bermain basket agar bisa mengangkat nama fakultas,” jelasnya.
Tentang dirinya yang pernah menjadi finalis Miss Indonesia, Rani kerap membagikan cerita inspiratifnya. Ia memaparkan saat itu dirinya belum berhijab seperti sekarang. Hijrahnya baru ia mulai awal tahun ini. Dalam wawancaranya, ia pun bercerita mengenai dirinya dulu. “Dulu mama suka saya lebih feminin, tapi saya enggak mau. Sementara, kata papa, saya harus mencoba keluar dari zona nyaman saya. Ternyata saya malah senang karena terpilih mewakili DKI Jakarta. Hitung-hitung dapat pengalaman juga. Dari sana saya jadi belajar banyak tentang perilaku, soal bagaimana menjadi seorang Miss itu harus bisa memberikan citra yang cerdas secara sosial dan cerdas dalam memutuskan masalah sosial. Sebenarnya itu semua sudah ada dalam diri, tapi yang membedakan adalah kebiasaannya. Maka, jadi Miss itu harus tulus, harus bisa memancarkan kecantikan dari dalam diri,” ceritanya.
“Kalau ditanya kenapa hijrah, karena dinamika kehidupan saya. Pada 2016 saat PON dan Pelatnas, tiba-tiba ada audisi Miss Indonesia. Dari sana berubah lagi jadi demam basket, dan tiba-tiba hijrah. Saya merasa dijemput hidayah. Semua manusia ada hidayahnya. Hanya, saya belum menjemputnya saat itu. Kemudian, sampailah saat saya benar-benar merasa sudah waktunya hijrah. Rasanya enggak mungkin kalau harus menunggu sampai selesai basket kemudian baru hijrah. Enggak ada yang tahu sampai kapan umur kita. Timnas sekarang juga sudah boleh pakai kerudung, jadi saya enggak ragu,” sambungnya lagi.
Sebagai mahasiswi yang juga dikenal cerdas, Rani tentu perlu untuk bisa mengimbangi bidang akademik dan nonakademiknya. Di sela-sela kegiatannya yang cukup padat, Rani harus pandai mengatur waktu. Bagaimana pun, ia mengakui bahwa dirinya hanyalah pelajar yang harus tetap menuntut ilmu. “Kegiatan saya tidak latihan dan kuliah saja. Saya harus benar-benar tahu apa yang akan saya lakukan. Saat kita ingin menyeimbangkan sesuatu, maka harus ada salah satu yang direlakan. Selagi ada waktu kosong, biasanya saya isi buat mengerjakan tugas-tugas. Latihan sudah pasti karena terjadwal. Jadi, saya harus tahu waktu yang tepat untuk mengerjakan sesuatu,” kata Rani lagi.
Rani menyatakan bahwa dirinya memprioritaskan akademik. “Saya lebih memprioritaskan pendidikan. Kalau memang pintar, di kampus juga akan terlihat. Sudah bukan zamannya student-athlete enggak pintar dan hanya mengandalkan fisik dalam bermain basket. Buat student-athlete, harus tetap semangat. Jangan menganggap pendidikan itu enggak penting. Smart play itu lebih keren dari pada permainan fisik. Punya fisik yang oke itu boleh, tapi pendidikan itu lebih menjamin segalanya. Jadi, jangan patah semangat. Manfaatkan usia muda ini untuk berkompetisi. Jiwa muda itu harus bersemangat, dan prestasi itu keharusan,” pesan Rani.

Comments

Popular posts from this blog

Yesaya: Bahagiakan Pendukungmu!

Arighi: Doa adalah Kekuatan dari Dalam